Dr. H. Thobib Al-Asyhar, M. Si.
(Kasubag Data dan Sistem
Informasi Ditjen Bimas Islam)
(Jakarta; 17 Juli 2014; sumber; bimasislam.kemenag.go.id) Sebelum PP 48 Tahun 2014 Tentang Biaya
Nikah dan Rujuk
terbit, setiap ketemu orang
KUA, yang ditanyakan hanya
satu, “Pak kapan PP nya keluar?”.
Jawaban saya paling-paling begini: semoga cepat
keluar. Dalam hati kadang
terbersit, emangnya gak ada
pertanyaan lain ya? Kok berbulan-bulan
tanyanya itu-itu aja! Ups!
Ya, terbitnya PP 48 yang ditandatangani presiden tanggal 27 Juni 2014 memang sangat ditunggu. Mungkin PP ini bisa disebut sebagai “regulasi emas” bagi KUA pasca pelarangan “salam tempel” untuk penghulu. Selain menjawab problem nikah di luar kantor dan di luar jam kerja, PP ini menjadi payung untuk mencegah “pungli” dan gratifikasi.
Nah, ketika PP 48 ini benar-benar terbit, disusul Surat Edaran Sekjen Kemenag, dan tidak lama lagi terbit PMA tentang Pengelolaan PNBP NR, terus bagaimana kira-kira wajah layanan KUA nantinya? Apakah masih seperti lagunya Dian Piesesha “Aku Masih Seperti yang Dulu” atau memiliki wajah layanan baru?
Seperti kita ketahui, Kemenag terus membenahi kualitas layanan kepada umat. KUA sebagai etalase Kemenag terus mendapat perhatian, termasuk keinginan mengangkat citra baru KUA sebagai lembaga yang bersih dan melayani. Berbagai kebijakan pun telah diambil, seperti pembangunan fisik terkait rehabilitasi sarpras KUA, pembangunan gedung baru, modernisasi layanan administrasi berbasis IT, dan lain-lain. Semua itu bertujuan untuk mengembangkan peran Kemenag dan mengembalikan citra sebagai pelayanan umat (khadimul ummah).
Terkait dengan telah terbitnya PP 48 Tahun 2014, kira-kira wajah baru layanan KUA seperti apa dalam pelayanan pernikahan? Menurut saya, setidaknya ada tiga hal baru yang akan mendapat perhatian KUA dalam pelayanan publiknya.
Pertama, meminimalisir penyimpangan keuangan. Sebagaimana akan diatur dalam PMA tentang pengelolaan PNBP NR, bahwa pembayaran NR di luar kantor oleh Catin harus melalui bank yang ditetapkan oleh Sekjen, yaitu Bank BRI, BNI, Mandiri, dan BTN. Ini merupakan cara baru pembayaran, dimana uang tidak diterimakan kepada petugas KUA. Dengan cara ini maka kemungkinan “penyimpangan” dapat diminimalisir. Tentu peluangnya masih terbuka, namun setidaknya orang berfikir dua kali untuk melakukannya.
Demikian juga bagi masyarakat, biaya nikah yang diumumkan secara transparan melalui banner-banner Zona Integritas dan dibayarkan melalui bank, setidaknya akan memulihkan kepercayaan publik bahwa KUA tidak “main-main” lagi dengan biaya NR. Jika toh masih ada oknum yang nekat, masyarakat dapat dengan mudah mengajukan komplain atau membawa ke ranah hukum.
Kedua, layanan nikah sejatinya gratis. Untuk layanan pernikahan di kantor sama sekali tidak dikenakan biaya (gratis), baik bagi keluarga miskin, maupun kaya. Yang penting, nikah dilaksanakan di kantor KUA. Demikian juga nikah di luar kantor juga sejatinya gratis, hanya saja dikenakan biaya sebesar Rp 600 ribu bukan sebagai pembayaran biaya pencatatan nikahnya, namun sebagai pengganti transportasi dan jasa profesi bagi penghulu yang menikahkan di luar kantor dan di luar jam kerja. Dari aspek ini, pencatatan nikahnya tetap gratis atas dasar Undang-undang yang mengatur tentang kependudukan yang tidak membolehkan pungutan biaya kepada publik.
Kebijakan ini sesungguhnya sebagai terobosan penting, dimana pemerintah memberikan layanan publik secara cuma-cuma. Dalam banyak aspek, pemerintah juga dituntut menggratiskan biaya sekolah SD-SMP, jaminan kesehatan bagi keluarga miskin, dan layanan sosial lainnya, demikian juga dalam layanan administrasi pernikahan. Melalui layanan free ini maka citra pemerintah akan semakin baik di mata publik.
Ketiga, modernisasi layanan berbasis IT. Seiring dengan tekad Bimas Islam yang ingin meningkatkan pelayanan di KUA melalui SIMBI, khususnya Sistem Informasi Manajemen Nikah (SIMKAH), dengan pola pembayaran melalui setor bank, maka ke depan pembayaran akan dapat diintegrasikan dengan aplikasi SIMKAH secara real-time (online). Jika seluruh jaringan SIMKAH di Indonesia telah terhubung dengan sistem perbankan penerima setoran PNBP NR yang ditetapkan Sekjen Kemenag, maka KUA telah bermetamofosis menjadi lembaga pleyanan publik yang modern.
Ketiga hal tersebut merupakan wajah baru layanan KUA pasca terbitnya PP Nomor 48 Tahun 2014 yang mengarah pada upaya peningkatan kinerja melalui: (a) pelaksanaan pakta integritas untuk menghindari penyimpangan atas biaya pernikahan; (b) penyediaan layanan publik KUA secara gratis dan terbuka, berasaskan persamaan hak masyarakat; dan (c) transparansi pengelolaan dana PNBP NR yang terhubung melalui teknologi informasi.
Melalui terbitnya PP Nomor 48 Tahun 2014 ini, maka wajah baru layanan KUA ke depan akan semakin amanah dan profesional dengan motto utama Kementerian Agama, “Ikhlas Beramal”. Wallahu a’lam. (bieb/foto:koleksi-pribadi)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar